Senin, 28 April 2008

DEMENSIA VASKULER

Abdul Gofir* , Theodorus Aditya Anantha Kusuma**
PENDAHULUAN

Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan1. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan2.


Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi sebelum demesia terjadi1.

Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke5.

Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun6.

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor genetik apolipoprotein €E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf pusat 10.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian yang mendalam tentang demensia vaskuler secara komprehensif. Diharapkan dapat meberikan pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria diagnosis, pemeriksaan dan pencegahan penyakit akan membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis terhadap pasien-pasien demensia vaskuler sehingga manajemen akan lebih terarah dan terukur.

PEMBAHASAN

1.1.DefinisiDemensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian.Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol4. Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
Lesi iskemik substansia alb
Infark lakuner subkortikal
Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
1.2. Patologi dan PatofisologiPatologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi1.

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark1.
1.3. Faktor resikoFaktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia, Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark2.

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia1.Katzman et.al melaporkan resiko terjadinya demensia vaskuler yang dihubungkan dengan keadaan depresi atau stres psikologik sebelumnya.

Depresi merupakan suatu sindroma premonitori untuk VaD pada pasien-pasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak.Hubungan antara VaD dan alel €4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel €4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.

Resiko yang berhubungan dengan paparan pepstisida dan pupuk telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan. hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson2.
1.4. EtiologiBaru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan oleh discret infark ( multi-infark demensia ), tapi juga oleh keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman selanjutnya ini3.
1.5. Kriteria diagnosisKriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and L’Association Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en Neurosciences ).1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a) Demensiab) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini :- Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise.

2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
• Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi.
• Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD yang meliputi kedua-duanya :
• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
• Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak.

1.6. Gambaran KlinisSesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut :A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi3. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD
:1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi3. Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum antara lain :
A. Riwayat medis meliputi
1. Riwayat medik umumWawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS )
2. Riwayat Neurologi umumWawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
3. Riwayat NeurobehaviourInformasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrikRiwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluargaPemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umumMeliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologisGangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mentalPemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsionalAdalah pemeriksaan performa nyata penyandang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrikPemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium., cemas atau mengalami gejala psikotik.

1.8. Manajemen Terapi

A. Terapi farmakologikPenderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya.Terapi simptomatikPada vaskuler demensia terjadi penurunan neurotransmiter kolinergik sehingga kolinesterase inhibitor dapat diberikan. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.B. Terapi non-farmakologisBertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.

Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, tarapi cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home, dan respite center.

Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari).Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya3.DepresiPasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi.

Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.

Manajemen terapi farmakologis :
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia larena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan NASSA4. Golongan antidepresan atipikal
d. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:
1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein unbtuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.

Manajemen terapi farmakologis:
1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati agitasi.

Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh sering juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3.Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari

1.9. PencegahanManajemen dari faktor-faktor resiko mempunyai target pada berbagai level, tergantung dari latar belakang medis pasien dan dimana pasien berada pada saat berlangsungnya penyakit. Chui et. al mengusulkan suatu klasifikasi yang terintegrasi dari cedera vaskuler otak berdasar pada strategi pengobatan. Untuk tiap kasus, klinisi harus fokus secara sistematik pada strategi pengobatan yang spesifik, yang ditujukan pada pencegahan primer (faktor resiko), pencegahan sekunder ( mekanisme dasar kerusakan vaskuler otak) dan pencegahan tersier( pada kasus dimana terjadi gangguan fungsional). Klasifikasi ini juga menekankan kebutuhan akan deteksi dini pada pasien-pasien dengan gangguan kognisi yang minimal yang berada pada resiko uintuk berkembangnya demensia. Pasien-pasien ini akan menerima keuntungan dari pengobatan yang agresif1.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Demensia vaskuler adalah bentuk demensia yang dapat ditekan insidensinya dengan cara mengendalikan faktor-faktor resiko, dan juga penyakit yang mendasari.
2. Perlunya suatu penanganan yang komprehensif terhadap pasien-pasien demensia vaskuler.
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian demensia vaskuler

DAFTAR PUSTAKA
1. Arvanitalds Z. Dementia and Vascular Disease, 20052. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
2.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
3.Konsensus Pengenalan Dini dan Penatalaksanaan Demensia Vaskuler, 20045. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936.
4. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
5. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999; (5):1548-538.
6. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
7. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
8. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-52

Penulis :*Staf Pengajar Bagian Ilu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM** Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran UGM

Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.